Rabu, 10 November 2010


 DESAIN PENELITIAN

1.    Cross Sectional
Studi Cross Sectional adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan studi (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serempak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada satu saat atau periode.
Karakter pokok rancangan ini adalah bahwa status paparan dan status penyakit diukur pada saat yang sama. Sedang studi cross sectional ini dapat berlangsung satu saat,atau satu periode waktu. Studi ini dapat juga dilakukan pada satu peristiwa penting yang dialami individu. Studi Cross sectional dinamakan juga survei prevalensi, karena data yang dihasilkan adalah prevalesi bukan insidensi.
Tujuan studi Cross sectional adalah untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinan-determinannya pada populasi sasaran. Agar mampu menggambarkan populasi sasaran dengan akurat, maka subyek untuk studi ini harus mengambil sampel yang dapat mewakili (representatif) populasi sasaran, prosedur ini tidak lain adalah pengambilan acak. Langkah selanjutnya adalah setiap subyek diperiksa, diamati, dan ditanyai tentang status penyakit, paparan dan variabel-variabel lainnya yang relevan.
Kelebihan
     Keuntungan rancangan Cross sectional adalah kemudahan dalam melakukannya dan murah, sebab tidak melakukan follow-up. Jika tujuan penelitian hanya sekedar mendeskripsikan distribusi penyakit dihubungkan dengan paparan faktor-faktor penelitian, maka studi ini merupakan studi yang cocok, efisien, dan cukup kuat di segi metodologik. Selain itu, seperti penelitian observasional lainnya, studi ini tidak memaksa subyek untuk mengalami faktor yang bersifat mergikan kesehatan (faktor resiko).
Kekurangan
penelitian cross-sectional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya. Kelemahan rancangan cross-sectional lainnya adalah ketidakmampuannya untuk menjelaskan proses yang terjadi dalam objek/variabel yang diteliti serta hubungan korelasionalnya. Rancangan crosssectional mampu menjelaskan hubungan antara dua variabel, namun tidak mampu menunjukkan arah hubungan kausal di antara kedua variabel tersebut.

Ukuran analisis
1)      Prevalen Risk (PR)
2)      Relative Risk (RR)
Pajanan
Out Come/Penyakit
Jumlah
Ya
Tidak
Ya
A
b
a+b
Tidak
C
d
c+d
Jumlah
a+c
b+d

Nilai RR yaitu:
{a/(a+b)} / {c/(c+d)}
Interpretasi:
1.   RR = 1 artinya factor resiko bersifat netral
2.   RR>1; Confident Interval (CI)> 1 artinya faktor resiko menyebabkan sakit
3.   RR< 1; Confident interval (CI)< 1 artinya factor risiko mencegah sakit
Contoh kasus
penelitian yang dilakukan Thind dan Andersen (2002) menggunakan studi potong lintang dan model perilaku Andersen (predisposing factors, enabling faktor, need) untuk menentukan predictor penggunaan pelayanan kesehatana anak di bawah usia lima tahun di republic Dominika. Data dianalis menggunakan regresi logistic dengan model ln (p)/(1-p) = a + biXi, diaman p adalah (=odds) untuk menggunakan pelayanan kesehatan, a= konstan, dan bi= koefisien regresi yang ditaksir menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood method), Xi= variable independen/ predictor. Hasil study menemukan setelah mengontrol sejumlah variable lainnya, probabilitas anak perempuan untuk menggunakan pelayanan kesehatan 82% lebih tinggi daripada anak laki-laki pengguna pelayanan kesehatan oleh anak yang tinggal di pedesaan 54% lebih rendah dari pada perkotaan.

2.    Case Control
Studi Case control adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya.
Ciri-ciri studi case control adalah pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak. Subyek yang didiagnosis menderita penyakit disebut kasus, berupa insidensi (kasus baru) yang muncul dari suatu populasi. Sedangkan subyek yang tidak menderita penyakit disebut kontrol, yang diambil secara acak dari populasi yang berbeda dengan populasi asal kasus. Tetapi, untuk keperluan inferensi kausal, kedua populasi tersebut harus setara. Dalam mengamati dan mencatat riwayat paparan faktor penelitian pada kasus maupun kontrol, peneliti harus menjaga agar tidak terpengaruh status penyakit subyek.
Kelebihan
Studi case control merupakan salah satu rancangan riset epidemiologi yang paling populer, karena:
·      Sifatnya yang relatif murah dan mudah dilakukan ketimbang rancangan studi analitik lainnya
·      Cocok untuk meneliti penyakit dengan periode laten yang panjang
·      Subyek penelitian dipilih berdasarkan status penyakit, maka peneliti memiliki keleluasan menentukan rasio ukuran sampel kasus dan kontrol yang optimal
·      Dapat meneliti pengaruh sejumlah paparan terhadap sebuah penyakit.
Kekurangan
·      Alur metodologi inferensi kausal bertentangan dengan logika eksperimen kalsik, yaitu melihat akibatnya dulu, baru menyelidiki apa penyebabnya.
·      Secara umum studi Case control tidak efisien untuk mempelajari paparan yang langka
·      Karena subyek dipilih berdasarkan status penyakit, maka dengan studi Case control, pada umunya peneliti tidak dapat menghitung laju insidensi (kecepatan kejadian penyakit) baik pada populasi terpapar, maupun yang tidak terpapar.
·      Pada beberapa situasi, tidak mudah memastikan hubungan temporal antar paparan dan penyakit. Oleh karena itu dalam riset etiologi, untuk meyakinkan bahwa paparan mendahului penyakit, peneliti dianjurkan menggunakan insidensi daripada prevalensi.
·      Kelompok kasus dan kelompok kontrol dipilih dari dua populasi yang terpisah, sehingga sulit dipastikan apakah kasus dan kontrol pada populasi studi benar-benar setara.
Ukuran/ Analisis
Analisis data dalam penelitian kasus control dengan menghitung Odds Ratio (OR), yang merupakan estimasi dari relative Risk.






Eksposure
Efek
Jumlah
Ya
Kasus
Tidak
Kontrol
Ya
A
B
a+b
Tidak
C
D
c+d
Jumlah
a+c
b+d
N

Odds Ratio =  (ad / bc)
Interpretasi:
OR = 1 faktor resiko bersifat netral
OR>1; Confident Interval (CI)>1 =faktor resiko menyebabkan sakit
OR<1 ; Confident Interval (CI)<1=faktor resiko mencegah sakit
Contoh kasus:
Hubungan antara Penyakit Diabetes Mellitus (DM) pada remaja dengan perilaku pemberian makanan.
1)   Tahap pertama : Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian
·         Variabel dependen: remaja yang menderita DM (juvenile diabetes mellitus)
·         Variabel independen: perilaku ibu dalam memberikan makanan.
·         Variabel independent yang lain: pendidikan ibu, pendapatan keluarga, informasi mengenai komposisi gula dalam makanan.
2)  Tahap kedua : Menentukan subjek penelitian (populasi dan sample penelitian). Subjeknya adalah ibu dan anak remajanya. Subjek ini perlu dibatasi daerah mana yang dianggap menjadi populasi dan sample penelitian ini.
3)  Tahap ketiga : Mengidentifikasi kasus, yaitu remaja yang menderita diabetes mellitus. Remaja yang menderita DM ditentukan dengan standar kadar gula dalam darah.
4) Tahap keempat : Pemilihan subjek sebagai kontrol, remaja yang tidak menderita diabetes mellitus. Pemilihan kontrol hendaknya didasarkan pada kesamaan karakteristik subjek pada kasus. (ciri-ciri masyarakat, sosial ekonomi dan sebagainya).
5) Tahap kelima : Melakukan pengukuran secara retrospektif. Pengukuran terhadap kasus (remaja yang menderita DM) dan dari kontrol (remaja yang tidak menderita DM). Memberikan pertanyaan kepada remaja dan orang tuanya dengan metode recall. (jenis-jenis makanan, minuman dan komposisi gula di dalamnya dan lain-lain).
6)  Tahap keenam : Melakukan pengolahan dan analisis data. Dilakukan dengan membandingkan proporsi remaja yang mengkonsumsi gula pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Diharapkan akan muncul atau tidaknya bukti hubungan antara penyakit DM dengan konsumsi gula pada remaja.

3.    Cohort
Studi Cohort adalah rancangan studi yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok terpapar (faktor penelitian) dan kelompok tidak terpapar berdasarkan status penyakit.
Ciri-ciri studi cohort adalah pemilihan subyek berdasarkan status paparannya, dan kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah subyek dalam perkembangannya mengalami penyakit yang diteliti atau tidak. Kelompok-kelompok studi dengan karakteristik tertentu yang sama ( yaitu pada awalnya bebas dari penyakit) tetapi memiliki tingkat paparan yang berlainan, dan kemudian dibandingkan insidensi penyakit yang dialaminya selama periode waktu, disebut Cohort. Ciri lainnya dari studi cohort adalah dimungkinkannya perhitungan laju insidensi (ID) dari masing-masing kelompok studi.
Pada saat mengidentifikasi status paparan, semua subyek harus bebas dari penyakit yang diteliti. Jadi kelompok terpapar maupun kelompok tidak terpapar berasal dari satu populasi maupun dua populasi yang bebas dari penyakit yang diteliti. Jika berasal dari dua populasi yang terpisah, maka untuk kepentingan inferensi kausal, peneliti harus memastikan bahwa kedua populasi setara dalam hal faktor-faktor diluar paparan yang diteliti. Disamping itu, untuk menghindari bias misklasifikasi diferensial, dalam mengklasifikasikan kasus penyakit subyek, peneliti tidak boleh terpengaruh oleh status paparan subyek itu.. ciri-ciri studi cohort lainnya yang membedakannya dari studi eksperimen adalah peneliti hanya mengamati dan mencatat paparan dan penyakit, dan tidak dengan sengaja mengalokasikan paparan.
Studi cohort disebut juga studi follow-up atau studi prospektif, sebab cohort diikuti dalam suatu periode untuk diamati perkembangan penyakit yang dialaminya. Rancangan studi cohort dapat bersifat retrospektif maupun prospektif dan bahkan ambispektif, tergantung kepada kapan terjadinya paparan pada saat peneliti memulai penelitiannya. Studi cohort bersifat retrospektif jika paparan telah terjadi sebelum peneliti memulai penelitiannya. Sebaliknya studi cohort bersifat prospektif jika paparan sedang atau akan berlangsung, pada saat peneliti memulai penelitiannya. Studi cohort ambispektif memadukan ciri-ciri studi cohort retrospektif dan prospektif.
Kelebihan
·           Mendapatkan insiden risk dan relative risk secara langsung
·           Dapat melihat hubungan satu penyebab terhadap beberapa akibat
·           Dapat mengikuti secara langsung kelompo yang di pelajari
·           Dpat menentukan mana lebih dulu causa atau efek
·           Bias nya lebih kecil
Kekurangan
·         Membutuhkan biaya yang relative mahal
·         Lama dalam persiapan dan hasil yang diperoleh
·         Hanya bisa mengamati satu factor penyebab
·         Kurang efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit yang langka dan jarang
·         Mempunyai riksiko untuk untuk hilangnya subjek atau drop out selama penelitian mungkin karena migrasi, mati, tingkat partisipasi rendah.
Ukuran analisis
1.   Insiden Risk (IR)
2.   Relativ Risk (RR)
3.   Atribute Risk (AR)

Eksposure
Out come/ efek
Jumlah
Ya
Tidak
Ya
A
b
a+b
Tidak
C
d
c+d
Jumlah
a+c
b+d
N
RR (Resiko Relative) :
{a/(a+b)} / {c/(c+d)}
Interpretasi data:
1.   RR=1adalah factor resiko bersifat netral
2.   RR>1; Confient Interfal (CI)>1adalah faktor resiko menyebabkan sakit
3.   RR<1; Confient Interval (CI)< 1 adalah faktor resiko mencegah penyakit.

Contoh kasus:
Dimisalkan obesitas dicurigai sebagai penyebab atau faktor resiko terjadinya penyakit jantung. untuk menguji keberadaannya dipakai dua kelompok sampel yang kurang lebih seimbang, masing-masing sebesar 1000 orang. Kelompok yang obesitas dan kelompok yang satu lagi tidak obesitas (kontrol). Dari kelompok yang obesitas terjadi 3 kasus penyakit A tadi, dan dari kelompok Kontrol terjadi hanya 1 kasus penyakit jantung tadi.
Hubungan pengaruh pemaparan terhadap terjadinya penyakit yang bersangkutan dinyatakan dalam relative risk (RR), yang dihitung dari perbandingan incidence rate dari kelompok terpapar (I”) terhadap incidence rate kelompok yang tidak terpapar (kontrol) (I’)
Inciden rate dari kelompok terpapar (I”) adalah:
I” = a/(a+c) = 3/1000 = 0,003
Incidence rate kelompok tidak terpapar (I’) adalah:
I’ = b/(b+d) = 1/1000 = 0,001
Atau RR= I” / I’ = 0,003/0,001 = 3,0
Dengan nilai RR 3,0 Artinya bahwa peluang kelompok terpapar untuk mendapatkan kasus adalah 3,0 kalinya kelompok kontrol yang tidak terpapar. Disamping RR dikenal jg AR (Attributable Risk/ resiko atribut). Resiko atribut dihitung sebagai selisih antara Incidence Rate dari kelompok terpapar dikurangi Incidence Rate dari kelompok tidak terpapar .
AR (Resiko Atribut) = I”- I’
Jadi untuk contoh diatas didapat AR sebagai berikut:
AR = 0,003-0001 = 0,002
Dengan nilai AR 0,002 ini berarti bahwa tiap 1000 orang yang terpapar tadi akan muncul 0,003x1000 = 3 kasus diantara 0,002x1000 = 2 kasus dapat dianggap karena sebab pemaparan sedang 1 kasus kemungkinan dengan sebab atau faktor resiko yang sedang dipelajari tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar